Minggu, 14 Agustus 2011

Repotnya jadi Guru Profesional ( Bag.1)


Dihadapan ratusan murid sekolah dasar Walikota mengajukan beberapa pertanyaan tentang cita-cita murid untuk masa depannya. Beberapa anak menjawab "Jadi dokter " yang lain menjawab "Jadi Walikota", sebagian lagi ingin menjadi "tentara", ada juga yang ingin "jadi polisi" , "pilot" sedikit ada juga ingin jadi "pengusaha". Entah karena hampir semua jawabannya sama. Walikota balik bertanya. Siapa yang punya cita-cita jadi guru ?. Spontan banyak yang mengacung tangan termasuk yang tadinya ingin jadi dokter,tentara,polisi tadi , serentak menjawab " Saya Buk !!!?.

Jawaban yang polos, atau mungkin juga memberi makna atau "alam bawah sadar"nya mengakui jadi guru itu "susah" dan lebih "repot" lagi kalau sudah jadi guru. Rasanya ingin sekali saya membisikkan ketelinga yang polos itu " Nak ...profesional guru beda dengan profesi dokter, akuntan. pengacara, dan profesi lainnya karena dapat dicapai dengan pendidikan formal. dan pengalaman!!??". Jika niatmu jadi guru, formal saja tidak cukup nak, sepanjang kariermu harus dikembangkan terus dikembangkan belanjut lanjut sampai lanjut usiamu" Duniamu, mengajar, belajar, mengejar angka kredit, mengajar dan kembali ke angka-angka kredit, itulah siklusnya. Bila kredit di bank bisa diangsur. kredit yang satu ini tak pernah selesai-selesai sampai pensiun.Jika kredit tidak diurus, bakalan gajimu susah bertambah.

Guru professional itu perlu dalam upaya peningkatan mutu pendidikan . Profesional berarti sesuai dengan kompetensi dan kemampuan. Bila sudah dipenuhi persyaratan maka sebagai sebuah pengakuan kepada guru memperoleh sertifikasi pendidik sebagai pembuktian atas profesionalitas seorang guru. Untuk itu seorang guru berhak memperoleh tunjangan profesi sebesar gaji pokok setiap bulannya.

Penghasilan bulanan guru bersertifikasi sebesar dua kali gaji pokok jelas menarik, secara hitungan kasar gaji pokok terendah perbulan adalah Rp. 2.654.000 , dengan adanya sertifikasi akan memperoleh setiap bulannya sekitar Rp. 5.308.000,-. Jumlah tersebut tentunya semakin naik sejalan dengan kenaikan jabatan fungsional guru. Tertarik jadi guru …? Dilihat pada penghasilan mungkin ya!! Tapi tunggu dulu persyaratannya banyaknya ya ampun, repot, nylimet, menyita waktu dan pikiran. Untuk memperoleh sertifikasi guru persyaratannya pendidikan formal harus jebolan dan memperoleh ijazah S1 atau D-IV kependidikan atau pendidikan profesi guru. Jika nasib baik diterima sebagai CPNS wajib mengikuti program induksi dan pra-jabatan selama 1 – 2 tahun . Bila lulus berhak menyandang jabatan sebagai “Guru Pertama ( IIIa)” .Itupun diperoleh jika telah mencapai jumlah kredit yang ditetapkan.

Dulu sebelum sertifikasi diwajibkan bagi seorang guru, ada 13 jabatan fungsional guru dengan pangkat terendah golongan Iia., sekarang hanya ada 4 jabatan yang tersedia bagi guru PNS dengan pangkat minimal golongan IIIa

Ibarat melangkah, itu baru langkah awal atau langkah pertama, langkah kedua bersiaplah dengan langkah tegap untuk sebuah pengakuan professional menuju proses sertifikasi bersiaplah dengan mengumpulkan portofolio yang merekam jejak professional guru yang telah dilakoni seseuai dengan arahan yang ditetapkan pada pedoman, peraturan yang telah ditetapkan antara lain wajib mengajar sesuai kompetensinya paling sedikit 24 jam tatap muka , sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu bagi guru, dan khusus guru konseling paling sedikit 150 peserta didik dalam setahun. Wajib mengajar 24 jam seminggu mudah diperoleh bagi guru-guru kelas, maupun guru bidang study eksakta seperti matematika, kimia, pisika, biologi ,IPA serta guru penjas dan konseling yang jumlahnya masih kurang. Tetapi bagi guru bidang study yang jumlahnya berlebih akan sulit memperoleh jam wajib mengajar tersebut.

Portofolio merupakan rekam jejak pengakuan terhadap pengalaman professional guru yang terhimpun dalam kumpulan dokumen yang mendeskripsikan : (a) kualifikasi akademik ; (b) diklat ; (c) pengalaman mengajar; (d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ; (e) penilaian dari atasan dan pengawas ; (f) prestasi akdemik ; (g) karya pengembangan profesi; (h) keikutsertaan dalam forum ilmiah; (i) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial dan ; (j) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Jika guru tidak siap untuk penilaian protofolio, atau tidak lulus penilaian protofolio masih ada alternatif lain ikut saja pendidikan latihan profesi guru , atau bila tidak silakan lanjut ke S2 atau S3 pada bidang study yang di ampunya. Bila semua tidak bisa,. Ya sudah nasib badan, mau apa lagi?

Kalau sertifikasi sudah diperoleh , jangan puas dulu, pulihkan kesehatan dan kekuatan untuk menyusun langkah ketiga persiapkan diri untuk kenaikan pangkat jabatan fungsional guru dengan usaha dan upaya untuk mengumpulkan angka-angka kredit yang dipatok dengan persyaratan-persyaratan yang aduhai….repotnya .

Panjangnya jalan yang ditempuh, kaki yang dilangkah, tangan yang diayun, karena waktu tak pernah menunggu. Masih adakah energi yang tersisa untuk peserta didik ?. Dalam rancangan atau teorinya jelas fokusnya memang peserta didik. Hanya saja mampukah seorang guru membagi waktu dan upaya antara peningkatan mutu dan ketrampilan peserta didik berbarengan dengan peningkatan dan pengembangan keprofesian dalam pengembangan karier sepanjang masa baktinya. Mudah-mudahan mampu !!!.

Lantas bagaimana dengan kondisi guru di Tanjungpinang..? Ada 1.672 guru yang berstatus PNS , dari jumlah tersebut selama 2 (dua) tahun hanya 494 guru yang lolos sertifikasi, dan yang sedang dalam proses sebanyak 323 guru. Sementara itu terdapat 213 guru yang kepangkatannya dibawah IIIa dengan latar belakang pendidikan SLTA , Diploma I,II dan III. Sertifikasi melalui penilaian portofolio bagi guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D IV dapat dilakukan apabila sudah mencapai usia 50 tahun dengan pengalaman kerja selama 20 tahun. Alternatif lainya adalah melalui pendidikan dan latihan profesi guru , atau mengikuti pendidikan formal.

Guru Tidak Tetap lebih repot lagi . Berdasarkan data di Disdikpora Tanjungpinang tercatat 1.024 GTT, yang memenuhi klasifikasi akademik S1/D-IV kependidikan hanya 175 atau 17 % saja. Lantas 849 GTT quo vadis …. bro…???.

Kembali kepangkal cerita, Kepada murid SDN 04 tersebut Walikota mengajukan pertanyaan terakhir . Siapa yang bercita-cita jadi Kadispora…?. Setelah saling berpandangan dan menoleh ke barisan guru-guru yang menyimpulkan senyum penuh makna. Satu persatu murid SD dengan gagah dan yakinnya setengah berteriak Saya buk.!!! . Walikotapun pamit didampingi oleh Kadispora dengan senyum sumringah. Alhamdulillah.

Penilaian Kinerja Guru