Kamis, 24 Maret 2011

Bagaimana Guru Menyikapi UN?

http://www.kompasiana.com/www.kuwat.wordpress.com

Menjelang hajatan besar nasional bernama Ujian Nasional, di alam demokrasi adanya opini yang pro dan kontra sepertinya sudah membudaya. Ibarat masakan, UN menjadi kurang lezat bila tanpa bumbu “pro” dan “kontra”. Kalaupun otoritas yg berwenang sudah mencoba melakukan berbagai upaya perbaikan untuk pelaksanaan UN tahun berikutnya, kekurangannya yang lebih mengemuka dibanding kelebihannya. Bagaimana guru menyikapi UN?

Pertama, kalau ada siswa kita yang belum berhasil lulus karena UN tahun lalu, jadikan kebelumberhasilan siswa kita sebagai refleksi buat kinerja kita. Adakah yang salah dengan proses pembelajaran di kelas? Mungkinkah proses penilaian yang selama ini kita lakukan jauh dari standar? Ataukah rancangan pembelajaran yang disajikan selama ini tidak dikembangkan dengan baik, atau bahkan copy paste? Intinya, kebelumberhasilan siswa adalah kegelisahan kita. Kegelisahan kita diikuti dengan perilaku-perilaku positif terkait dengan tugas dan kewajiba kita sebagai guru. Apa itu? Perbaiki rancangan, perbaiki proses dan perbaiki penilaian. Hasil yang baik adalah buah dari proses yang baik. Walau ada sih, hasil baik dari proses yang curang he…he….he.

Kedua, jangan ciptakan suasana mencekam. “UN tinggal beberapa bulan kalian harus selalu konsentrasi belajar.” “Tahun ini tidak ada ujian ulang.” “Bagi yang tidak mau mengikuti tambahan jam, jangan berharap lulus.” Fakta-fakta seperti itulah yang menjadikan suasana UN mencekam. Suasana demikian menjadikan siswa tidak nyaman belajar, dan stres. Tidak adakah tuturan lain yang lebih menyejukkan sehingga berdampak positif pada siswa? “Anak-anakku tercinta, ujian nasional memang semakin mendekat. Bapak/ibu guru percaya kalian pasti sudah menyiapkan diri dengan belajar.” “Anak-anakku yang pintar, tahun ini memang tidak ada ujian ulang. Itu tidak terlalu penting karena dengan belajar serius kalian tidak membutuhkan itu.” Bukankah tuturan seperti itu mungkin bisa memancarkan energi dan sugesti positif pada siswa?

Ketiga, kalaupun tambahan jam pelajaran terasa masih diperlukan, lakukan dengan prosedur yang baik dan tidak berlebihan . Tambahan jam pelajaran setelah KBM, secara fisik dan psikis membebani siswa. Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pemetaan terhadap kebutuhan siswa yang memerlukan tambahan jam pelajaran. Berdasarkan hasil pemetaan akan diketahui siswa-siswa yang memerlukan tambahan jam, mapel apa, bagaimana penanganannya. Dengan demikian tambahan jam pelajaran tidak membebani tapi sebuah solusi.

Akhirnya, marilah kita menjadi guru yang pandai introspeksi, melakukan refleksi, dan bisa memberi solusi bukannya selalu memaki apalagi berbuat anarki.

1 komentar:

  1. saya selaku puta daerah yang mencari nafkah dgn bekerja di salah satu penerbit buku dan selalu berinteraksi dgn para guru di sekolah mengambil kesimpulan
    1.antusias guru dalam menghadapi UAN sangat besar
    2.sikap guru terhadap anak yang mengikuti UAN sangat baik
    3.keseriusan guru dalam mendidik anak-anak bukan hanya di waktu jam belajar diluar jam belajarpun mereka selalu memberikan waktu untuk anak didiknya

    BalasHapus